Nah, lelaki yang tak mau modal barang sedikit itu di antaranya Mardi, 35, warga Situbondo (Jatim). Sudah beberapa waktu lamanya dia pacaran dengan Maryam, 25, warga Lenteng, Sumenep. Kedua kubu, maksudnya para calon mertua, sudah saling setuju. Tinggal keduanya meresmikan di KUA, untuk selanjutnya menjadi keluarga sakinah, penuh berkah, amanah, rejeki melimpah, tiap hari makan beras merah.
Kamis, 30 Juni 2011
Kawin Mau Nikahnya Ogah
SEKARANG budaya gratisan makin mewabah saja. Seperti pasangan Mardi – Maryam dari Sumenep (Madura) ini contohnya. Kelonan dengan sidoi mau, bahkan doyan. Tapi ngurus surat nikah ogah. Giliran digerebeg saat indehoy, malah tunjukkan surat nikah palsu yang dikeluarkan KUA entah berentah.
Berapa sih biaya nikah itu? Nanti dulu, yang resmi atau tidak resmi? Kalau yang resmi sesuai standar Kemenag, hanya Rp 30.000,- Tapi kenapa, ketika nikah bedolan (di rumah mempelai) bisa meloncak sampai Rp 400.000,- Oo…. itu karena Pak Pengulu ke rumah mempelai juga perlu biaya tranport. Transpor untuk beli bensin paling-paling Rp 50.000,- Lalu sisanya untuk apa? “Ah sampeyan mau dikasih enak saja nggak mau modal sedikit,” paling begitu jawab Pak Penghulu.
Nah, lelaki yang tak mau modal barang sedikit itu di antaranya Mardi, 35, warga Situbondo (Jatim). Sudah beberapa waktu lamanya dia pacaran dengan Maryam, 25, warga Lenteng, Sumenep. Kedua kubu, maksudnya para calon mertua, sudah saling setuju. Tinggal keduanya meresmikan di KUA, untuk selanjutnya menjadi keluarga sakinah, penuh berkah, amanah, rejeki melimpah, tiap hari makan beras merah.
Tapi untuk menuju pernikahan kan perlu biaya. Memang untuk ke KUA-nya kecil, tapi anggaran walimahan (resepsi), bisa menguras kantong. Untuk mengandalkan dana pulihan dari sumbangan, keluarga Maryam tak berani ambil resiko. Ya kalau penyumbang over target. Kalau meleset? Apa mungkin habis mantu orangtua Maryam harus jual rumahnya?
Sudah kadung ngebet, tapi terkendala anggaran ngapret (cekak), akhirnya Mardi – Maryam ambil jalan pintas. Kebetulan ayah Mardi punya rumah kosong di tempat lain. Nah, di hari-hari tertentu Mardi mengajak doinya ke kampung Kebunan Kecamatan Kota Sumenep. Di rumah milik keluarga inilah kemudian Mardi menyalurkan libidonya bersama doi. “Besok begini, sekarang ya begini….,” kata Mardi nekad.
Seringnya kedua sejoli itu ngendon di rumah tersebut, sedangkan warga tahu Mardi selama ini belum menikah, jadi curiga. Jangan-jangan mereka bukan pasangan resmi. Kehadiran dua sejoli itu sekedar untuk melampiaskan nafsu. Wah, warga jadi semakin tersinggung. Mereka takut keduanya berbuat mesum, dan ini sangat merusak citra kampung. Warga jelas tak mau kampungnya dianggap bordil saja.
Warga pun sepakat menggerebeknya. Dan itu terjadi beberapa hari lalu. Di saaty Mardi – Maryam “ketanggungan”, pintu digedor-gedor dari luar. Tentu saja keduanya jadi belingsatan. Dengan pakaian masih acak-acakan Mardi mendekati Pak RT dan menyatakan bahwa mereka pasangan suami istri yang sah. “Ini surat nikah kami,” kata Mardi sok yakin.
Tapi ketika “surat nikah” itu disodorkan, bentuknya sudah kumal dan tanpa stempel KUA sama sekali. Masak pengantin baru kok surat nikahnya sudah demikian lecek. Yakin bahwa surat nikah itu hanya abal-abal, warga pun semakin marah. Masak Pak RT mau dijadikan sasaran kebohongan publik? Karena mau dilaporkan polisi juga tak enak pada orangtua Mardi, akhirnya dua sejoli itu hanya disuruh teken pernyataan bahwa takkan ngamar lagi. Mereka boleh kembali setelah benar-benar mengantongi surat nikah resmi.
Tlaten amat, diarak saja, habis perkara. (HS/Gunarso TS)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments
0 comments to "Kawin Mau Nikahnya Ogah"
Posting Komentar